Jumat, 30 April 2010

REPETISI ANTI KORUPSI

Semakin banyak orang pintar maka semakin sedikit orang jujur.mungkin itulah kalimat yang tepat untuk bangsa ini. ”trauma” kolonialisme dan imperialisme melekat kuat dan menjadi penyakit akut yang teramat takut disetiap lapisan pemerintahan, baik itu dikalakangan legislatif,yudikatif dan eksekutif. Imbasnya menular kesetiap lapisan masyarakat hingga menjadi sebuah determinisme massa yang beranggapan lumrah.korupsi.
“Penyakit” korupsi atau dalam bahasa latin corruptio dari kata kerja corrumpere yang berarti busuk,rusak, menggoyahkan,menyogok. ternyata sudah menerpa bangsa ini sejak dulu hingga era reformasi. Ini terbukti dari terbentuknya beberapa lembaga untuk kasus penanggulanngan tindak pidana korupsi terdahulu. Sebut saja pada masa orde lama ada lembaga yang bernama Panitia Retooling Aparatur Negara ().badan PARAN ini dipimpin oleh A.H.Nasution dan dibantu oleh Prof.M.Yamin dan Roeslan Abdulgani. Adajuga sekitaran tahun 1963, yang dikenal dengan operasi Budhi. Operasi ini bertugas menyeret kasus korupsi dengan menitik beratkan kepada sector perusahaan-perusahaan Negara serta lembaga-lembaga Negara lainnya. Hingga pada masa orde lama dibentuk suatu badan Komando Tertinggi Retooling Aparat Revolusi ( KONTRAR ) dengan Presiden Soekarno sebagai ketua dan dibantu oleh Soebandrio dan Letjen Ahmad Yani. Lalu datang babak baru babak orde baru dengan dibentuknya Tim Pemberantasan Korupsi (TPK) yang diketuai oleh Jaksa Agung. Lalu masih pada masanya, Soeharto menunjuk komite empat yang beranggotakan empat tokoh “bersih” dan berwibawa diantaranya Prof.Johanes, L.J.kasimo,Mr.Wilopo dan A.Tjokroaminoto dengan tugas yang sama yaitu memberantas kasus korupsi di segenap departemen pemerintahan dan perusahaan Negara.lalu adalagi operasi tertib(opstib)dengan tugas samapula memberantas korupsi, ini dibentuk oleh laksamana Sudomo yang diangkat sebagai Pangkopkamtib. Hingga sekarang masuk babak paling baru,era reformasi.pada era ini terbentuk beberapa badan yang berusaha memberantas korupsi dimulai oleh B.J.Habibie dengan UU nomor 28 tahun 1999, Pengawas Kekayaan Pejabat Negara ( KPKPN).berikutnya Abdurahman wahid dengan membentuk Tim Gabungan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (TGPTPK). Dan hingga saat ini lembaga pemberantasan korupsi yang paling baru komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadi corong terdepan terhadap penyelesaian kasus-kasus tindak pidana korupsi.
Era reformasi adalah era dimana mimpi dan cita-cita bangsa dipugar kembali untuk hidup adil dan makmur, keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia. “kemenangan” mahasiswa atas tumbangnya pemerintahan orde baru membawa dampak yang sangat signifikan.ini dimulai dengan mengembalikan fitrah kebebasan pers sebagai media control social. Dampak reformasi inipula terasa, dengan banyaknya terungkap kasus-kasus korupsi. Terpampangnya sejumlah tokoh yang menjadi “actor” korupsi diberbagai media massa semakin membuka mata masyarakat bahwa bangsa ini telah dipimpin oleh beberapa pemimpin yang takut untuk jujur dengan menggunakan topeng model imperealismenya sendiri. Pengusaha dengan imperialismenya sebagai pengusaha, penegak hokum dengan imperialismenya sebagai penegak hokum. Sebagaimana kasus BLBI yang menjadi terdakwa Artalita Suryani dan jaksa Urip Gunawan yang hingga saat ini telah menyeret tiga nama hakim agung.
Menghadapi realitas seperti ini, ada benarnya kata Bung Karno bahwa revolusi belum berakhir. Bahkan mungkin belum dimulai. Lihat saja Sebuah lembaga pemerintahan yang berfungsi sebagai salah satu agent control social( agen control social) yang melaksanakan tata hokum Negara menjadi “bulan-bulanannya” seorang pengusaha. Bagaimana mungkin masyarakat mempercayakan perlindungan hukumnya kepada jaksa atau hakim yang mudah disuap demi kepentingan dirinya sendiri. Ini akan menjauhkan dari cita-cita bangsa yang berlandaskan kepada kemanusiaan yang adil dan beradab.Oleh karenannya peran mahasiswa sebagai agent of change( agen perubahan) dan social control ( alat control social) sangat diharapkan oleh masyarakat.Dikarenakan masalah korupsi bukan lagi sebagai masalah individu semata tapi telah menjadi masalah social. Bagaimana bias seorang jaksa agung didikte demi kepentingan dirinya sendiri .Hubungannya dengan masalah social adalah hilangnya kepercayaan masyarakat kepada pemerintah dan kepada para penegak hokum di Negara ini, serta lahir suatu masa baru dimana masa itu dinamakan masa bebaliticum ( acuh tak acuh).
Peran mahasiswa sangat diperlukan sekali sebab sejauh ini mahasiswa telah menjadi corong masyarakat yang mempunyai daya kritisasi yang tinggi. peran KPK sejauh ini hendaknya di-Amini oleh mahasiswa dengan menggalakan anti korupsi kepada masyarakat. Salah satu bentuk kampanye anti korupsi tidak mesti melulu turun kejalan dengan aksi demonya tapi bisa dengan cara membentuk Lembaga Swadaya Masyarakat ( LSM) yang dapat memberikan pandangan baru kepada masyarakat tentang korupsi itu sendiri baik ditinjau dari segi hokum atau dampak dari tindak pidana korupsi itu sendiri. Dengan demikian jika revolusi pemikiran masyarakat telah terbentuk maka Pemberantasan Korupsi bukan lagi sebatas tanggungjawab lembaga KPK tapi menjadi tanggungjawab seluruh lapisan masyarakat. Maka hokum yang berlaku bukan hanya hokum positif akan tetapi hokum adatpun berperan aktif.kedaulatan ditangan rakyat. Maling ayam digebukin, maka korupsi ?
“Revolusi tidak akan berhasil jika dipimpin oleh ahli-ahli hokum,karena segala perubahan yang seharusnya cepat diambil tidak akan terlaksana karena para ahli hukum itu akan banyak berkutat dengan persoalan keabsahan (legalitas)”.Bung Karno.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar