Jumat, 30 April 2010

PERTEMUAN

suatu hari nanti aku akan bercermin pada kaca-kaca yg retak. Perjalanan tentang masalalu. Hari itu pendulum wkt seakan membentak . jam dinding menunjukan pukul 12:07 saat mengucek mataku. sprey dan selimut bergumul,bantal & guling jatuh kelantai.TV menyela tentang kasus markus yg membosankan. terperangkap sendiri di kamar hotel bintang tiga. Dan tawa2x masih menggema di dinding kamar. Ku hubungi houseman hotel untuk memesan sarapan pagi. Selang itu, aku pergi mandi. Masih dalam kebingungan. Tiba-tiba ponselku bergetar, pesan masuk “bisa kau keluar barang 20 menit?” tanpa membalas, Cepat saja cuci muka gosok gigi. Menuruni loby hotel. Beginilah kisah itu bermula tak terduga…

loby hotel nampak sibuk dengan lalu lalang orang-orang. Kaca-kaca persegi nampak sebuah akuarium besar orang berdasi. Sekaligus sebuah wahana masyarakat level atas hari ini. Awan menggantung kelabu dan udara menjerat dasi mereka. Setelah memasuki loby mereka akan merasa aman, seperti ikan yang baru menemukan airnya. Jika pintu kaca otomatis terbuka, maka AC akan sedikit berhembus keluar. Disitulah aku berada tepat diluar loby hotel memandangi semua mua. Aku bisa leluasa memandangi keseberang jalan. Melihat orang-orang yang berjalan disepanjang trotoar. Deru-deru knalpot yang saling berpendaran. Namun, Suara-suara nampak redam diam disini. Sebab tumbuh pepohonan dihalaman hotel. Setiap kali aku melihat keseberang jalan, timbul pertanyaan dalam benak “ hendak kemana orang-orang itu?” setiap hari selalu saja ada kesibukan. Dan sudah tiga hari ini aku begitu bersahabat dengan rasa malas, sebab masalah sudah bukan lagi masalah. Aku tak lagi diburu-buru masalah. Sebab masalah itu akan datang bermanis-manis. Bahkan tak jarang masalah itu datang dengan bertekuk lutut dihadapanku. Saat itulah aku mencocokan dengan pasal-pasal sekian-sekian dan sekian. Masalah kini mengajakku ke hotel bintang tiga. Untuk sekedar makan, menguap dan tidur. Istilah yang tepat untuk menyelesaikan masalah seperti ini. Tiga hari ini aku berada dihotel untuk menyelesaikan salah satu kasus. Terlepas dari itu semua, aku hanya pembuat draft pledoi yang kesemuanya telah disusun oleh rekanku berkenaan pasal-pasal. Pun demikian, masalah itu menjadi sangat berharga ketika semuanya telah beres aku rangkum dalam sebuah kesatuan utuh. Itulah aku. Hingga siang menjelang aku asik dihalaman muka hotel itu, beserta kebingunganku hendak kemana, disela pesan singkat tadi. Aku putuskan memesan pink cocktail di bar hotel lantai atas. Konon dulu biasa digunakan pria untuk menarik perhatian para wanita.Dikursi itu aku duduk dekat sebuah stage live music performance yang kala itu bersenandung lagu human miliknya the killer. Kenangan masalalu sepintas terlintas. Aku tersenyum dan berkata “disini sahabatku”. Kita pernah berikrar tentang mimpi kita, senandung the killer “ are we human or are we dancer?”. Dalam keremangan lampu yang menguning. Bar itu nampak lengang siang begini. Hanya ada bartender,pemain music, sepasang kekasih yang nampak canggung. tak menutup kemungkinan pasangan selingkuh dan aku. Hingga suasana tak riuh berseluit, sungguh menikmati. Sedikit-sedikit kepalaku terantuk terbawa alunan music. Hingga getar ponselku yang menyadarkanku kembali. Pesan itu berbunyi “sudah”
aku pijit bel kamar hotel. Agak lama berselang, seorang perempuan membukakan pintu dengan mengenakan handuk dan rambut nampak basah. Aku masuk menyembunyikan rasa canggung. Dan perempuan itu berkata ”temanmu berpesan jangan dibangunkan” sambil berlalu memasuki kamar mandi. Renold tertidur pulas dengan mulut menganga. Dua kondom begitu saja tergeletak diatas karpet. Sementara napoleon memberi hormat meyisakan setengah botol. Renold tumbang mabok berat disiang bolong. Perempuan itu keluar dengan mengenakan rok pendek beludru dan kaos putih bergambar bjork dengan kerah selebar bahunya. Bibirnya merah merekah. Matanya sipit sedikit shadow. Hidung runcing dan rambut diikat satu kebelakang. Kulit kemuning dan berPerawakan cukup tinggi nampak wajah oriental. Ia menuju tasnya dan tangannya merogoh-rogoh sesuatu. Lalu mengeluarkan sebungkus rokok. Sebatang rokok itulah awal mula percakapan
“ temanmu belum bayar sedang aku harus keluar sejam lagi” keluhnya
“bentar lagi juga bangun” jawabku
“mana mungkin bangun orang mabok berat begitu,mana aku lapar” wajahnya nampak jelas kebingungan
“ok,aku sudah telepon drugstore untuk memesan makanan”
“kita keluar,sambil menunggu temanmu bangun” sergahnya
“ok” lalu dengan ajaib aku kaget setelah apa yang aku sepakati
Di sebuah tempat makan sederhana, akhirnya ia makan dengan lahapnya. Aku yang kala itu hanya memesan minuman dingin, mempunyai banyak kesempatan untuk memperhatikannya. Saat perempuan itu melihatku, aku membuang pandangan kesegala arah kemana saja aku dapat. Perempuan itu memulai obrolannya kembali. Setelah panjang lebar, akhirnya terbuka. Namanya amel, ia memiliki seorang adik yang juga perempuan. Berdua ia mengarungi kota Jakarta saat ayahnya meninggalkannya disebuah hotel. Kala itu bisinis ayahnya hancur lebur disurabaya. Hingga ia berdua diajak ayahnya kejakarta dengan maksud hendak menemui rekanan bisnisnya. Namun tak disangka tak diduga sang ayah meninggalkan mereka berdua dihotel. Tanpa kabar apa-apa, pun lewat selembar surat. Beruntung teman waktu SMA bernama Luna telah lebih dulu bekerja dijakarta. Beginilah akhir jalan hidupnya kini menjadi seorang kupu-kupu malam. Berawal dari pertemuannya dengan luna, amel diperkenalkan pada salah satu germo terkemuka dijakarta. Imperium. Serupa perebutan kekuasaan sang kaisar. Udara terasa senyap, diwarung sederhana itu berkeciplak suara orang-orang makan. Ku aduk es dalam gelas untuk membuyarkan suasana. Ku tarik nafas panjang tak berkata. Amel pun berkata kembali
“ adikku sekolah, aku yang membiayainya. Kita telah sepakat untuk memilih jalan hidup masing-masing. Namun aku tak sudi melihat adikku sepertiku”.
Rasa iba menggerayangi perasaanku perlahan sangat pelan. Sementara amel berbicara pikiranku melayang kemana-mana. Aku memikirkan ibu yang sedang bersolek menyambut ayah pulang. Sementara saudara perempuanku mungkin sedang mengajarkan anaknya belajar menghitung atau mengerjakan pekerjaan rumahnya. Dan aku sedang dihadapan seorang perempuan yang tersesat ditengah kota untuk mempertahankan hidup bukan hanya untuk dirinya tapi juga saudara perempuannya. Lamunanku tersentak saat dia menegurku “ ayo pulang” katanya
Setelah di hotel, Renold masih dalam keadaan sedia kala. Dengan mulut menganga kaki terlentang,perutnya menyembul. Sesaat amel masuk kamar mandi. Aku mencari cara membangunkan renold, namun yang ada hanya menjijikan dari mulut renold yang berbau. Akhirnya setelah amel keluar dari kamar mandi. Aku sodorkan uang dua ratus ribu
“ tiga ratus ribu sisanya nanti aku transfer ya..” kataku
Dengan rasa canggung diwajahnya amel menerima uangku. sambil berkata
“kamu mau?” pelan
“oh tidak, baiknya kau cepat-cepat jemput adikmu sekolah” jawabku

Sebelum berlalu, amel memberikan no handphone miliknya begitupun aku.baru kali ini amel memberikan no handphonenya,sebab ini melanggar kode etik.begitupun aku sebaliknya. Entahlah. Dipintu itu, mata bertemu mata, kitapun saling membaca nasibnya. Entah perasaan apa ini, namun yang terasa perasaan telah menjadi landasan perkenalan itu. Celakalah aku. Kubuka gordeng. Mendung tampak murung. Beginilah jika perasaan menjadi landasan saat mengarungi kehidupan. Aku terpekur di jendela yang menganjur. Memandang horizon kota yang bertumpuk. Drugstore tiba mengantarkan makanan dan mengakhiri lamunan itu. Sambil menikmati makanan yang telah tersaji, kubuka-buka berkas perkara yang akan ku buat pledoi. Kasus korupsi bukan suatu hal yang asing di negeri ini. Tingkat kerugian yang disebabkan oleh tindakan ini bukan saja merugikan secara ekonomi namun juga berpengaruh pada sistemik. Betapa tidak jika suatu system seluruhnya telah terjangkit penyakit ini, maka hukum tak bisa lagi berkata apa-apa hanya saling melempar perkara, dan biasanya menguap begitu saja. Korupsi serupa penyakit yang bisa membiakan penyakit selanjutnya. Seperti berita mafia kasus hari ini. Sungguh-sungguh membosankan. Renold terbangun tepat saat aku telah menyantap semua makananku.
“gila,sekali-kali cobalah kau gandi” katanya
“mandi kau, mulutmu bau busuk,hei buang juga tuh sampah yang dikarpet” ketusku
“hahahaha tak sadar aku gan, perempuan itu serupa motor, jika kau gas semakin kencang maka ia pun akan cepat secepat kilat” lepas Renold tertawa sambil berlalu ke kamar mandi. Tiba-tiba saja pesan singkat masuk ponselku
“gan, bolehkan aku panggil sayang. malam ini kamu ada acara?”
Dengan beberapa pertimbangan akhirnya aku jawab “ boleh. Tidak”
“temui aku di bar hotel dekat kita makan tadi pukul 08:00 mlm ini”

Lantunan lagu disposition miliknya The Temper Trap dengan layar besar disudut bar bertuliskan lirik lagu yang terus menyambung

“sweet disposition
never too soon
oh reckless abandon
like no one's
watching you
a moment, a love

a dream, a laugh
a kiss, a cry
our rights, our wrongs
a moment, a love
a dream, a laugh
a moment, a love
a dream, a laugh… .”

nampak sosok penyanyi dengan gaun merah ketat, dengan lengan terbuka, bibirnya merah menyala, rambut hairblow, dan menatap lurus kearahku saat aku memasuki bar itu. Para pengunjung bar yang duduk ikut bernyanyi. Sambil mengangkat minumannya tinggi-tinggi. Lampu bar yang remang kekuningan menambah suasana hangat malam itu. Mata melempar kesegala arah,namun sosok amel tak nampak jua. Baru setelah penyanyi itu berhenti, betapa kagetnya saat penyanyi itu turun dan menghampiriku yang kala itu duduk dikursi meja bar.

“amel ?” sedikit ragu
“ya ini aku, gan, sory agak fals “ sedikit tersenyum
“kau penyanyi bar?” tanyaku
“barusan adalah ujian pertamaku bernyanyi di bar ini. Sekaligus perayaan harapan semoga aku diterima menjadi penyanyi di bar ini. Aku ajak kamu sebagai juri” matanya menatapku
“wow,suatu kehormatan menjadi juri. Aku kasih nilai 10 ½” candaku
“ tanggung! setengah setengah nggak enak lagi, say” godanya

Akhirnya kami duduk disudut ruangan dengan penerangan lampu yang remang membiru. Amel memesan hardcider dan aku lebih memilih wine. Hembusan asap rokok dari mulut amel menghiasi obrolan kami berdua. Sesekali canda tawa membalut kami berdua. Tanpa sadar kami seperti telah mengenal lama satu sama lainnya. Atau lebih tepatnya sama-sama mendambakan suasana seperti ini. Amel yang memusuhi realitas bertemu aku yang selalu berimajinasi dengan realitas. Seakan tak adalagi hari esok. seakan sedang mempecundangi kenyataan.Gelas demi gelas minuman kami tenggak. Hingga kami memutuskan untuk kehotel tempat aku menginap. Renold entah kemana. TV masih menyajikan berita yang menyebalkan. Aku dan amel terhuyung-huyung memasuki kamar hotel. Draft Pledoi yang aku susun telah menyatu dengan muntahan-muntahan kami. Berdua terkapar dikamar hotel. Kami berpelukan dan tertawa lepas,lepas,lepas hingga sunyi sepi kembali merayap. Kami pun tertidur. Dengan pakaian dan sepatu yang masih kami kenakan.

Ponselku juga yang membangunkanku,pesan singkat. Kepalaku berat, mataku becek. Sementara Renold marah-marah akibat ulahku semalaman.
“lihat gan, apa yang kau perbuat. Draft pledoi kau kasih muntah!! sidang kasus tinggal satu hari lagi digelar. Minum apa kau semalam? Dengan pelacur mana kau semalam sampai mabok sebegini rupa” dalam gerutunya Renold, aku baca pesan singkat yang berbunyi “ Say, aku keterima jadi penyanyi bar. Makasih say.miss u” aku tersenyum dan melanjutkan tidurku. Dalam mimpiku amel menyanyikan lagu free money miliknya patti smith dengan karakternya yang khas. Dibar itu orang-orang sangat menikmati alunan suara sang penyanyi. Disudut lain layar besar nampak lirik lagu yang dibawakan sambung menyambung:

“Every night before I go to sleep
Find a ticket, win a lottery,
Scoop the pearls up from the sea
Cash them in and buy you all the things you need.
Every night before I rest my head
See those dollar bills go swirling 'round my bed.
I know they're stolen, but I don't feel bad.
I take that money, buy you things you never had….”

Orang-orang di bar itu tak mengenal sang penyanyi namun sang penyanyi mengenal tiap-tiap wajah yang menjadi mimpi buruknya selama ini… .
aku tersenyum, dikeremangan lampu bar disudut ruangan yang pernah ada . ku angkat tangan dengan segelas minuman kesukaan sang penyanyi... .

/15 April 2010 jam 4:29 /

Tidak ada komentar:

Posting Komentar